HISTORICAL COST(BIAYA HISTORIS)
A.
Konsep
Dasar
1. Tujuan Akuntansi
Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha, informasi
akuntansi memiliki peran yang signifikan sebagai sumber informasi mengenaisebuah
perusahaan. Salah satu alasannya adalah bentuk badan usaha dari bisnis besar
telah menyebabkan pemisahan antarabusiness
ownership dan control. Pemilik
tidak memiliki pengetahuan mengenai operasi dan kondisi perusahaan secara
langsung, oleh karena itu harus bergantung sampai batas tertentu pada laporan
akuntansi untuk mendapatkan informasi. Pemilik sama halnya dengan kreditur dianggap
sebagai ‘outsider’ dari sebuah
perusahaan, yang memiliki akses terbatas atas informasi-informasi internal. Oleh
karena itu, akuntabilitas sangatlah penting dalam proses pelaporan. Secara
khusus, menurut teori konvensional, fungsi penatagunaan(stewardship function) manager harus menjadi fokus perhatian akuntan
dalam pelaporan kepada pihak eksternal. Pemilik dan kreditur sangat memperhatikan
bagaimana manajemen memperlakukan dana yang telah dipercayakan kepadanya. Paton
dan Littleton (Godfrey et al, 2000: 124) menyoroti fungsi ini.
“Corporation reports should rest
upon the assumption that fiduciary management is reporting to absentee
investors who have no independent means of learning how their representative
are discharging their stewardship.”
Tujuan dari penggunaan historical cost accounting menekankan hubungan ‘kontrak’ antara
perusahaan dengan pihak yang menyediakan sumber daya. Hal ini membuat manajemen
bertanggungjawab atas penggunaan asset dalam operasi perusahaan dan dampaknya
terhadap net asset. Tanggungjawab
manajemen tersebut dituangkan dalam bentuk laporan keuangan.
Kritik terhadap historical
cost menyatakan bahwa melaporkan ekuitas tanpa pengakuan terhadap perubahan
nilai asset dan hutang menyesatkan dan menghasilkan kebijakan dividen yang tidak
tepat.
Menentukan
‘net worth’ dari pemilik tidaklah
penting. Dari sudut pandang akuntansi, terutama untuk perusahaan besar, pemilik
hanyalah pemasok dana. Asset dan income adalah dari perusahaan, bukan
pemegang saham.
Paton
dan Littleton berpendapat (Godfrey et al, 2000: 124), “Accounting theory, therefore, should explain the concepts of revenue
and expense in terms of enterprise asset changes rather than as increases or
decreases in proprietors’ or stockholders’ equity.”
Menurut teori konvensional, net worth bukan merupakan pengukuran yang relevan. Pemegang saham
ingin mengetahui hasil investasi mereka dalam perusahaan; dengan demikian,
penentuan laba adalah fungsi yang paling penting bagi akuntan. Sementara laba
adalah fokus utama, kinerja operasi atau hasil perlu dipertimbangkan dalam
kaitannya dengan net asset (equity) yang digunakan untuk mencapai laba
yang dilaporkan. Akibatnya, dalam historical
cost system, isu-isu utama berhubungan dengan pengukuran dan pelaporan income dalam hubungannya dengan net asset yang digunakan.
Adapun
menurut Suwardjono dalam Sonbay (2010), biaya historis merupakan rupiah
kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya
harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal, dan biaya. Harga perolehan
adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut
dalam transaksi.
Dapat
kita simpulkan bahwa historical cost
merupakan sistem pengukuran dalam akuntansi yang mengukur dan melaporkan income dihubungkan dengan net asset yang digunakan. Serta dalamhistorical cost pencatatan aktiva,
utang, modal, dan biaya dilakukan dengan menggunakan harga perolehan.
2. Income
Paton
dan Littleton mendeskripsikan income sebagai
berikut (Godfrey, 2000: 126):
“Akuntansi ada terutama
sebagai sarana dalam menghitung residu, keseimbangan, perbedaan antara biaya
(sebagai upaya) dan pendapatan (sebagai pencapaian) untuk setiap perusahaan.
Perbedaan ini mencerminkan efektivitas manajerial dan mempunyai arti yang
sangat penting bagi mereka yang memberikan modal dan mengambil tanggung jawab
utama.”
Dalam
pandangan akuntansi tradisional:
a. Revenues
adalah capaian perusahaan selama satu periode
b. Expense
adalah usaha yang dilakukan
c. Income
adalah efektivitas perusahaan sebagai unit operasi
Perusahaan,
tentu saja tidak dapat bertindak atas kemauan sendiri, manajer lah yang akan
mengambil keputusan. Oleh karena itu income
merupakan ukuran kinerja manajer
dalam menangani sumber daya yang dipercayakan dibawah pengelolaan mereka. Laporan
laba rugi merupakan laporan keuangan yang paling penting, karena mengungkapkan
hasil operasi perusahaan.
3. Costs Attach Theory
Penganut
paham ekonomis berargumen bahwa pengukuran suatu biaya dalam akuntansi tidak
selalu tepat, terutama dalam menentukan biaya produksi untuk perusahaan
manufaktur.
Akuntan
tradisional meyakini bahwa pengunaan historical
cost dan pengalokasian nilai dapat diterima meski replacement cost naik. Sebagai balasan atas argumen paham ekonomis
tersebut, disusunlah cost attach theory.
Dalam
teori ini terdapat dua jenis biaya:
a. DisplacementCost
(OpportunityCost), adalah biaya yang
sudah dikorbankan
b. EmbodiedCost
(AbsorptionCost), adalah biaya yang
berkaitan dengan faktor produksi dan yang harus dilakukan untuk menyediakan
input. Dengan kata lain, biaya ini adalah biaya yang melekat pada sesuatu.
Total biaya yang melekat ini tidak merepresentasikan nilai dari sebuah produk,
tapi total usaha yang dilakukan untuk memproduksinya.
Contoh
yang diberikan Jones (Godfrey et al, 2000: 127) adalah ketika seorang portir membawakan tas di
bandara dan dibayar sebesar $2.00. Dalam situasi tersebut, $2.00 adalah displacement cost. Embodied cost adalah waktu dan usaha yang telah dilakukan portir
dalam membawakan tas. Cara lain untuk menjelaskan embodied cost adalah bahwa jumlah dolar dari biaya dapat 'melekat'
pada sesuatu. Jumlah dolar dari biaya dapat dipisahkan dan dikategorikan ke
dalam kelompok-kelompok baru.
Jika
sebuah perusahaan memproduksi produk X dan setiap unit X mengambil satu unit
bahan baku A dengan harga $ 10 per unit, maka $ 10 melekat pada unit A. Ketika
bahan baku A digunakan dalam produksi X, $ 10 sekarang melekat pada produk X.
Untuk menentukan biaya produk X, kita hanya perlu menambahkan semua biaya yang
melekat pada X. Bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead, semua memiliki
jumlah dolar yang melekat padanya. Karena mereka menjadi bagian dari produk,
maka biayanya menjadi melekat pada produk. Total semua biaya-biaya yang melekat
untuk setiap unit produk tidak mewakili nilai produk, tetapi upaya yang
dikeluarkan untuk memproduksinya.
Penganut
teori akuntansi tradisional sering menyatakan bahwa akuntansi bukanlah sebuah
proses penilaian melainkan pengalokasian biaya. Penganut paham ekonomis menolak
teori ini karena mereka hanya meyakini satu jenis biaya saja yaitu opportunity cost.
4. FlowofCosts
Akuntan
harus melacak aliran biaya, terutama karena adanya cost attach. Akuntan jugaharus menentukan mana cost yang sudah ‘expired’
untuk ditandingkan dengan income pada
income statement dan mana cost yang masih ‘belum expired’ untuk dimunculkan pada neraca
sebagai asset. Kita dapat melihat bahwa prinsip matching sangat penting dalam historical
cost accounting. Ini merupakan prinsip yang menuntun akuntan dalam
menentukan cost mana yang harus dipertimbangkan
sebagai expense. Oleh karena itu,
alokasi biaya menjadi kunci utama akuntansi konvensional.
B.
Argumen
Mendukung Historical Cost
Penggunaan historical cost pada akuntansi konvensional telah diserang oleh
banyak pihak. Adapun yang mempertahankan historical
cost mempunyai argumen sebagai berikut untuk mempertahankan posisi mereka.
1. Historical cost relevan
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Sebagai manajer yang membuat keputusan
mengenai komitmen masa depan, mereka membutuhkan data transaksi masa lalu.
Mereka harus dapat melakukan review atas upaya masa lalu mereka dan ukuran dari
upaya ini adalah biaya historis.
2. Historical cost didasarkan
pada transaksi yang aktual, bukan hanya transaksi yang mungkin terjadi. Dalam historical cost accounting, dilakukan
pencatatan atas transaksi yang aktual. Oleh karena itu disediakan sebuah
pencatatan untuk mendukung angka-angka yang disajikan pada laporan keuangan.
3. Sepanjang
sejarah, laporan keuangan berdasarkan biaya historis telah berguna. Mautz (Godfrey
et al, 2000:130) menyatakan,”Jika orang-orang yang membuat keputusan manajemen
dan investasi belum menemukan bahwa laporan keuangan berdasarkan historical cost berguna selama
bertahun-tahun, perubahan akuntansi akan sejak lama dibuat.
4. Pemahaman
terbaik konsep profit adalah kelebihan dari harga jual terhadap harga
perolehan/ historical cost.Gagasan
profit diterima sebagai ukuran keberhasilan kinerja. Mautz menyatakan bahwa
mengejar keuntungan mengharuskan penggunaan waktu yang cukup, tempat dan bentuk
yang ditambahkan ke bahan, produk atau jasa yang dibeli sehingga mereka bisa
dijual di atas biaya. Keputusan mengenai akankah melanjutkan lini produk atau
divisi atau pabrik tergantung untuk sebagian besar pada apakah ada sebaran yang
menguntungkan antara pendapatan dan biaya.
5. Akuntan
harus menjaga integritas data mereka terhadap modifikasi internal. Kebanyakan
orang berpendapat bahwa historical cost
lebih sedikit dalam persoalan manipulasi dibandingkan current cost atau selling price.
6. Seberapa
bergunanya kah informasi income
berdasarkan current cost atau exitprice?
Apakah berguna untuk menunjukkan keuntungan sebagai kenaikan nilai suatu asset
yang dimiliki perusahaan yang tidak berniat untuk dijual? Misalkan sebuah
perusahaan memiliki investasi jangka panjang dalam sekuritas dari perusahaan
lain untuk menjamin pasokan bahan baku. Tidak ada maksud untuk menjual
sekuritas terlepas dari fluktuasi harga pasarnya. Seberapa bermanfaat bagi
pengguna untuk menunjukkan variasi harga pasar sebagai keuntungan? Pendukung current value berpendapat bahwa manajer
bertanggung jawab untuk perubahan nilai, karena sekuritas dapat dijual. Mautz
bertanya:
“How far should we indulge in such
‘might have been’ accounting? Is this accounting? Or only wishful thinking?”
Jika
harga sebuah aset pada akhir tahun lebih rendah dari harga selama tahun
tersebut, ini mendorong kritik terhadap manajemen dari pemegang saham karena
tidak membuang aset lebih awal. Current
cost dan exit price accounting menginduksi
pandangan jangka pendek dari keuntungan. Ada alasan penting untuk
mempertahankan aset selain merealisasikan keuntungan secara langsung.
7. Perubahan
harga pasar dapat diungkapkan sebagai data tambahan.Dalam banyak kasus, para
pendukung historical cost berpendapat
bahwa biaya historis tidak memiliki perbedaan yang material dengan current cost. Tambahan data pada harga
saat ini adalah cara yang praktis dan efisien dalam berhadapan dengan informasi
tersebut tanpa harus bergeser dari basis historical
cost ke current cost.
8. Tidak
ada bukti yang cukup untuk membenarkan penolakan terhadap historical cost accounting. Akuntan tradisional berpendapat bahwa
tidak ada bukti empiris yang meyakinkan yang menunjukkan bahwa informasi current cost atau informasi akuntansi exit price lebih berguna daripada
informasi historical cost. Sebagian
besar studi penelitian menunjukkan bahwa data current cost tidak
memberikan banyak informasi dibanding data historical
cost.
C.
Bukti
Kegunaan Data Akuntansi Berdasar Historical
Cost
1. Petunjuk
Pertama
Salah satu jalan adalah dengan
fokus pada laporan keuangan dan menentukan apakah informasi yang memadai
diungkapkan. Dalam meninjau bukti empiris pada aspek ini, Dyckman, Gibbins, dan
Swieringa menemukan 3 pendekatan keseluruhan yang digunakan oleh penyidik.
Salah satunya adalah untuk mengevaluasi cara pengguna menganalisis laporan
keuangan, berdasarkan wawancara dengan mereka. Pendekatan laian adalah untuk
memastikan persepsi dan opini kelompok kepentingan tertentu, seperti analis
keuangan. Pendekatan ketiga adalah untuk memastikan jumlah informasi yang
dilaporkan pada item tertentu yang dianggap penting. Para penulis menyimpulkan
bahwa penelitian tentang kecukupan pengungkapan menunjukkan bahwa:
a. Tidak
ada keinginan yang besar untuk revisi drastis atau perubahan dalam bentuk dan
isi laporan keuangan. Kebanyakan orang percaya bahwa data yang cukup telah
tersedia dalam laporan keuangan.
b. Laporan
keuangan tidak diharapkan untuk menjadi terlalu rumit.
c. Perbedaan
yang signifikan dalam pengungkapan keuangan terjadi diantara
perusahaan-perusahaan.
Secara
umum perusahaan-perusahaan yang lebih besar, lebih menguntungkan, diaudit oleh
kantor akuntan besar dan yang sahamnya tercatat di Bursa efek menungkapkan
informasi yang lebih banyak. Banyak yang percaya keragaman ini sesuai dan
mencerminkan kebutuhan akan informasi yang berbeda sesuai dengan perbedaan
dalam struktur kepemilikan/penguasaan perusahaan.
2. Petunjuk
Kedua
Cara lain untuk menemukan apakah
data akuntansi berguna adalah mengetahui efeknya pada pengambilan keputusan.
Berfokus pada laporan keuangan, Dyckman, Gibbins, dan Swieringa menemukan 3
pendekatan menyeluruh yang diambil oleh peneliti. Salah satunya adalah meminta
pengguna laporan keuangan untuk menunjukkan pentingnya item tertentu dalam
membuat keputusan investasi. Pendekatan kedua adalah untuk mempelajari perilaku
subyek yang membuat keputusan tertentu dalam situasi laboratorium. Pendekatan
ketiga adalah untuk mempelajari bagaimana laporan keuangan yang efektif dalam
mengkomunikasikan informasi. Para penulis menyimpulkan bahwa:
a. Investor
dan analis mempertimbangkan faktor-faktor pernyataan nonfinansial, seperti
kondisi ekonomi secara umum, yang lebih penting dalam membuat keputusan
investasi.
b. Tidak
ada kejelasan bahwa penggunaan laporan keuangan mengarahkan kepada perkiraan
yang lebih baik atau keputusan yang lebih baik.
Salah
satu alasan data laporan keuangan mungkin tidak berguna bagi investor dan
analis keuangan adalah bahwa informasi tersebut sudah diketahui melalui
sumber-sumber lain, seperti laporan sementara dan rilis media, sebelum laporan
yang dibuat tersedia untuk umum.
3. Petunjuk
Ketiga
Petunjuk ketiga adalah korelasi
antara harga saham dan data akuntansi, khususnya keuntungan. Jika suatu item
yang diberikan mempengaruhi keyakinan investor tentang nilai surat berharga,
maka ketergantungan statistik ada anatara item tersebut dan harga saham.
Ketergantungan statistik ini disebut sebagai ‘isi informasi’ dari item yang
diberikan.Terkait
dengan pertanyaan kegunaan adalah korelasi antara harga saham dan data akuntansi,
khususnya, pendapatan. Jika item yang diberikan mempengaruhi keyakinan investor
tentang nilai surat berharga, maka ketergantungan statistik ada antara item dan
harga saham. Ketergantungan statistik ini disebut sebagai ‘isi informasi’ dari
item yang diberikan. Peneliti seperti Ball dan Brown, Brown, Foster dan Beaver,
Clarke dan Wright telah melihat ke dalam hubungan antara perubahan harga dan
perubahan pendapatan tahunan dan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara keduanya. Petunjuk ketiga adalah korelasi antara harga saham dan data
akuntansi, khususnya, keuntungan. Jika suatu item yang diberikan mempengaruhi
keyakinan investor tentang nilai surat berharga, maka ketergantungan statistik
ada antara item tersebut dan harga saham. Ketergantungan statistik ini disebut
sebagai ‘isi informasi’ dari item yang diberikan.
D. Bukti yang Dapat Diprediksi
Nilainya
Manfaat dari informasi akuntansi yang
berhubungan dengan keterkaitan atas informasi untuk membantu dalam mengambil
keputusan terhadap tindakan selanjutnya. Disisi lain, keputusan ini dapat
dibuat, jika informasi dapat memprediksi karakteristik masa depan perusahaan.
Beberapa studi telah memfokuskan terhadap nilai prediksi historical accounting
information. Mereka dibagi menjadi lima kategori yaitu:
1.
Menggunakan
laba sebelumnya untuk memeprediksi laba yang akan datang
Studidalamkategoriinimerupakanpenelitianempirisuntukmembuatsuatu model untukmenjelaskanserangkaianlabadarisuatuperusahaan.Jikainibisadilakukanmakadapat berfungsi sebagai dasar untuk prediksi . menggunakan file Compustat untuk periode 20 tahun 1947-1966 , Ball dan Watts, 4 definisi pendapatan:
a. Net income setelah income taxes
b. Earnings per share
c. Lababersihdibagi total asset
d. Penjualanbersih
Kesimpulanmerekaadalahbahwapendapatandapatdigambarkansecara statistic sebagai random walk, meskipun defines ketigakurangkonsisten.Dengan kata lain, estimasiterbaikdaripendapatan masa depanadalahkinerjapendapatansaatinidarisuatuentitas.
2.
Menggunakan
data triwulan dan segmen untuk memprediksi pendapatan tahunan
Brown dan Niederhoffer menggunakan
519 perusahaan di Compustat file sebagai sampel mereka, yang memiliki data
tahunan untuk 1961-1965 dan data kuartalan untuk 1962-1965. Dan mwmperoleh
kesimpulan bahwa:
a.
Laporan
sementara berguna dalam memprediksi pendapatan tahunan
b. Karena kemampuan prediktif meningkat
dengan setiap laporan sementara, pasar akan meningkatkan antisipasi ketika
tanggal pengumuman laporan tahunan sudah dekat.
Coates menghasilkan kesimpulan yang sama. Sampelnya meliputi
27 perusahaan 1945-1966. Ia menemukan bahwa laporan triwulanan yang berurutan
memungkinkan untuk meramalkan laporan tahunan
yang akan mendatang. Bahkan pendapatan triwulan pertama adalah jelas
berguna dalam memprediksi pendapatan tahunan.
Foster
berusaha untuk menggambarkan sifat dan trend laba triwulan, penjualan dan
beban. Pada dasarnya, ini adalah model autoregressive sederhana. Dalam model
autoregressive, perubahan-perubahan dalam pendapatan berkorelasi positif. Itu
berarti jika pendapatan meningkat dalam satu periode ada kemungkinan besar
bahwa pendapatan pada periode berikutnya akan meningkat juga. Foster menyatakan
bahwa laba triwulan memiliki komponen musiman.
Dalam
studi mereka, Bathke, Lorek dan Willinger menyimpulkan bahwa kemampuan prediksi
laba triwulan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Menggunakan nilai pasar dari
saham biasa pada tanggal 31 Desember 1979 sebagai dasar untuk menentukan apakah
sebuah perusahaan itu besar (median US $ 1.281 juta), menengah (median US $ 307
juta) atau kecil (median US $ 62 juta), dan menggunakan sampel dari 109
perusahaan di New York Stock Exchange, mereka menemukan bahwa perusahaan besar
dan menengah menghasilakn prakiraan lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh
perusahaan-perusahaan kecil.
3.
Prediksi
financial distress
Beaver telah melakukan beberapa
penelitian tentang kemampuan rasio keuangan untuk memprediksi kegagalan.
Kegagalan didefinisikan sebagai kebangkrutan, ketidakmampuan pada pembayaran
obligasi, belum dilunasinya dividen saham preffered dan rekening bank overdraw
(menarik cek lebih daripada uang simpanan). Sampelnya meliputi 79 perusahaan
gagal dan 79 perusahaan tidak gagal yang muncul dalam Manual Industri Moody
selama 1954-1964. Prosedurnya adalah untuk membandingkan model yang
dikembangkan dari satu sampel dan digunakan untuk meramal sampel lain.
Kesimpulannya adalah bahwa berdasarkan pada pengetahuan tentang rasio keuangan,
status kegagalan perusahaan dapat diprediksi secara benar.
Sebagai
contoh, satu tahun sebelum kegagalan, rasio cash flow to total debt hanya 13%
dari perusahaan sampel. Lima tahun sebelum kegagalan, rasio yang sama
missclasified hanya 22% dari pe-rusahaan. Kesimpulan lain adalah bahwa investor
mengenali dan menyesuaikan diri dengan posisi solvabilitas baru perusahaan
gagal. Perubahan harga saham biasa terjadi karena investor mengandal-kan data
rasio keuangan sebagai dasar penilaian mereka. Mereka menggunakan informasi
rasio sedemikian rupa sehingga harga pasar menjadi terpengaruh. Beaver juga
menyimpulkan bahwa rasio aset nonliquid (arus kas-total utang, laba
bersih-total modal, total utang total aset) adalah prediktor yang lebih baik
untuk kegagalan dari rasio aset likuid (seperti rasio lancar).
Ohlson
merumuskan model yang didasarkan pada data dari periode 1970-1976. Dia menyimpulkan
bahwa 4 faktor dasar yang signifikan dalam mempengaruhi probabilitas kegagalan:
ukuran perusahaan, struktur kinerja, keuangan dan likuiditas saat ini.
Kemampuan prediksi dari model nya lebih rendah dibandingkan dalam penelitian
lain. Ohlson percaya bahwa kekuatan prediksi dari model dalam penelitian lain
mungkin telah berlebihan karena studi sebelumnya sering diasumsikan (salah)
dari laporan keuangan untuk tahun pailit tersebut diungkapkan sebelum pengajuan
kebangkrutan.
4. Memprediksi arus kas masa depan
Salah satu kelompok pengguna laporan
keuangan adalah investor. Nilai investasi mereka adalah nilai sekarang dari
arus kas masa depan mereka melalui perusahaan. Karena itu cukup beralasan bahwa
jika laba biaya historis adalah prediktor yang baik dari arus kas masa depan,
maka data laba itu berguna untuk investor. Bukti dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan biaya historis berguna dalam memprediksi arus kas
masa depan.
Studi yang
dilakukan oleh Bowen, Burgstahler dan Daley (1987) dan Wilson (1986) menemukan
bahwa arus kas masa lalu dari operasi kurang berkorelasi dengan pendapatan yang
dilaporkan jika dibandingkan dengan pendanaan dari operasi. Bowen, Burgstahler
dan Daley (1987) menggunakan sampel dari 324 perusahaan AS dengan laporan keuangan
yang 1.971-8 untuk menemukan bahwa:
a.
Laba
tahunan dan pendapatan tahunan ditambah depresiasi adalah sangat terkait (r =
0,94)
b.
Pendapatan
tahunan dan pendanaan tahunan dari operasi adalah sangat terkait (r = 0,75)
c. Pendapatan tahunan dan arus kas
tahunan dari operasi kurang berkorelasi (r = 0,22)
Seperti
yang bisa diharapkan dari korelasi tersebut, pendanaan tahunan dari operasi
tidak lebih baik sebagai prediktor dari arus kas masa depan jika dibandingkan
pendapatan tahunan (Burgstahler dan Daley. 1987). Namun, Burgstahler dan Daley
menemukan bahwa model dengan menggunakan variabel arus kas adalah umumnya
prediktor lebih baik dari arus kas masa depan daripada penghasilan atau
pendanaan dari operasi.
E.
Seberapa
objektifkah biaya historis?
Tidak dapat dipungkiri bahwa biaya
yang sebenarnya dikeluarkan adalah lebih objektif dan konkrit dalam pengukuran
nilai suatu aset dibandingkan dengan perkiraan jumlah uang yang akan diterima
andaikan aset tersebut dijual saat ini (fair value). Biaya akuisisi (historical
cost) lebih menggambarkan kenyataan yang ada dibandingkan dengan harga pasar
yang berlaku saat ini.
Namun
perlu diingat bahwa dalam menilai objektivitas biaya historis, harus
diasumsikan bahwa transaksi akuisisi atas sebuah aset di masa lalu terjadi
secara fair (tidak terdapat hubungan istimewa antara penjual dan pembeli
sehingga harga transaksi yang disepakati saat itu benar-benar menc-erminkan
harga pasar sebenarnya atas aset tersebut).
Selain itu
juga perlu diingat bahwa biaya akuisisi atas suatu aset tidak hanya yang
tercantum dalam invoice saja, melainkan meliputi seluruh biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam rangka menjadikan aset tersebut berada pada lokasi dan
kondisi yang diharapkan dan siap digunakan oleh perusahaan. Sebagai contoh
dalam pengukuran biaya persediaan, beberapa elemen biaya tersebut diantaranya:
a.
Cost
of purchase: terdiri dari harga beli, pajak pembelian, transportasi, handling
dan biaya lainnya yang terkait langsung dengan proses pembelian persediaan.
Diskon dan rabat menjadi pengurang dari biaya persediaan tersebut.
b.
Cost
of convertion: merupakan biaya yang secara langsung berhubungan dengan unit
produksi, contohnya biaya direct labor dan overhead pabrik yang dialokasikan
dalam rangka proses produksi raw material menjadi barang jadi.
c.
Other
costs: biaya-biaya lain yang diperlukan dalam rangka menjadikan persediaan pada
lokasi dan kondisi yang diharapkan.
Oleh
karena itu dalam akuntansi biaya historis, basis pengukuran yang digunakan
untuk mengukur nilai persediaan dalam neraca adalah biaya historis. Kieso dan
Weygandt menjelaskan prosedur perhi-tungan biaya persediaan sebagai berikut:
“Charges directly connected with the bringing of goods to the place
of business of the buyer and converting such goods to saleable
condition are accepted as proper inventoriable cost”.
Namun
dalam prakteknya banyak terjadi perbedaan dalam penerapan aturan mengenai
penguku-ran biaya historis. Banyak hal yang terjadi di lapangan yang belum
diatur secara jelas dalam standar akuntansi keuangan mengenai penerapan biaya
historis sehingga diperlukan professional judgement dalam menentukan cost dari
suatu aset pada saat akuisisi.
Pertanyaan
terkait mengkapitalisasi atau membebankan pengeluaran juga mempengaruhi biaya
suatu aset. Untuk beberapa item jawabannya sudah jelas, tetapi untuk lain
tidak. Jika interior sebuah bangunan kantor dicat, sebaiknya pengeluaran harus
dikapitalisasi atau dibebankan? Haruskah biaya atau penataan ulang peralatan
dikapitalisasi atau dibebankan?.
AAS 13 dan
AASB 1.011 mengharuskan biaya penelitian dan pengembangan dibebankan pada saat
terjadinya. Mengingat sifat penelitian dan pengembangan, itu akan sesuai dalam
kebanyakan kasus jika mereka segera dibebankan.
Salah satu
isu akuntansi utama yang timbul sehubungan dengan aset tidak lancar bukanlah
mengenai apakah mereka memenuhi syarat sebagai aset atau tidak, tapi apa yang
harus dimasukkan sebagai bagian dari biaya mereka, seperti yang dilaporkan
dalam neraca. Mayoritas aset tidak lancar dalam neraca Australia dicatat
sebesar harga perolehan yang telah disusutkan. Namun, perhitungan penyusutan
melibatkan penilaian subyektif dalam menentukan baik kehidupan manfaat aset dan
mem-perkirakan nilai sisanya. Ini tidak bisa dianggap obyektif karena mereka
masih akan terjadi di masa depan. Selanjutnya, adalah praktek umum di Australia
dalam bisnis untuk menilai kembali nilai dari beberapa atau seluruh aset tidak
lancar mereka. Penilaian ini dapat menyebabkan revaluasi atau devaluasi aset
tidak lancar yang dipilih.
“Jumlah yang
dapat dipulihkan ‘sebagai jumlah bersih yang diharapkan untuk dipulihkan
melalui arus kas masuk dan arus kas keluar yang timbul akibat penggunaan dan
pembuangan selanjutnya dari aset. Dengan demikian, konsep ‘jumlah terpulihkan’
memperhitungkan nilai aset dari penggunaan yang terus menerus dan pembuangan
selanjutnya. Perkiraan harus dibuat untuk arus kas masa depan dari aset, serta
harga jual selanjutnya. Standar ini tidak menyebutkan, apakah arus kas ini
harus diabaikan atau tidak, atau apa tingkat diskonto harus atau dapat digunakan.
Akuntan memiliki kewenangan yang cukup untuk nilai di mana aset tersebut
dicatat dalam neraca.
Banyak
perusahaan yang enggan untuk menuliskan nilai aset karena mereka tidak yakin
apakah penurunan bersifat permanen. Di sisi lain, ada pula yang ingin melakukannya
dalam rangka untuk me-ringankan beban masa mendatang dari biaya-biaya. Hal ini
sering disebut sebagai ‘taking a bath’,
di mana semua akrual yang negatif berdampak pada keuntungan yang dimuat dalam
satu periode keuangan.
F. Kelemahan historical cost
Kelemahan
penggunaan nila historis menurut Muljono (dalam Kodrat, 2006) antara lain
adalah sebagai berikut.
1. Adanya
pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu
pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang
yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan
terjadinya biaya tersebut.
2. Nilai
aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Disamping itu
juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam
valuta asing yang dikuasai perusahaan sehingga mengalami kesulitan dalam
perhitungan selisih kurs yang tepat.
3. Alokasi
biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan
mengakibatkan laba dihitung terlalu besar.
4. Laba/rugi
yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada
asumsi adanya stable monetary unit tersebut
tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang
berlangsung.
5. Perusahaan
tidak akan mempertahankan real-capital-nya
dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan
pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada
semestinya.
6. Menyalahi
mathematical pronciple karena
berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi satu.
Disamping
hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan
apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi
adanya stable monetary unit.
G. Kritik
Terhadap Akuntansi Biaya Historis
Walaupun
telah lama digunakan dalam praktik akuntansi, biaya historis tetap menuai
banyak kritikan. Akuntansi biaya historis memang memberikan beberapa manfaat
dalam praktik akuntansi, namun pendekatan ini juga mempunyai beberapa
kelemahan. Kritik atas akuntansi biaya historis sebagian besar datang dari para
pendukung current cost accounting.
Berikut merupakan beberapa poin kritik terhadap akuntansi biaya historis:
1. Menyediakan
informasi dalam rangka melaksanakan fungsi penatagunaan (stewardship function) manajemen merupakan interprestasi yang
terlalu sempit atas tujuan akuntansi
Dalam
akuntansi biaya historis atau akuntansi konvensional, tujuan untuk menyediakan
informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi diperlukan untuk
memberikan informasi tentang fungsi penatagunaan manajemen (stewardship function). Meskipun bermanfaat, hal tersebut merupakan
interprestasi yang terlalu sempit dalam melihat tujuan akuntansi. Tujuan utama
akuntansi adalah untuk memenuhi kebutuhan para pengguna untuk membuat
keputusan. Investor tidak hanya berkepentingan dalam mengetahui berapa nilai
yang mereka investasikan pada perusahaan, tidak hanya tertarik pada fungsi
penatagunaan (stewardship
function) manajemen, namun mereka juga tertarik untuk mengetahui kenaikan
atau penurunan nilai investasi mereka seperti yang tersaji dalam net asset perusahaan.
Mereka juga
menghendaki untuk membuat prediksi mengenai arus kas perusahaan di masa depan.
Oleh karenanya, penting untuk menerapkan pendekatan yang melihat ke depan (a forward looking), yang dapat
memberikan informasi lebih relevan, daripada hanya menyajikan informasi di masa
lampau. Semakin terkini informasi maka semakin objektiflah informasi. Oleh
karenanya, menggunakan biaya historis tidaklah logis untuk memenuhi tujuan
akuntansi.
Akuntansi
biaya historis gagal dalam fungsinya memberikan informasi yang objektif. Banyak
keputusan mengenai pencatatan, pengukuran, dan pelaporan informasi yang jauh
dari objektif dan rentan manipulasi.
2. Akuntansi
biaya historis, meskipun bermanfaat, namun tidak cukup untuk mengevaluasi
keputusan bisnis, pernyataan biaya historis mengaitkan pada barang/jasa (cost attach theory) hanyalah fiksi.
Pendukung
akuntansi biaya historis berpendapat bahwa manajer membutuhkan data biaya
historis untuk mengevaluasi keputusan masa lalu mereka. Namun, kebenaran suatu
keputusan masa lalu haruslah dipastikan dengan apa yang terjadi di pasar. Suatu
penilaian yang pantas atas keputusan masa lalu memerlukan suatu bagian dari
total laba dalam periode yang diberikan antara laba dari operating activities dan laba dari gainor losses terkait dengan holding
assetand liabilities saat harga berubah. Laba operasi dan holding gain harus dipisahkan ke dalam
elemen yang diperkirakan dan tidak diperkirakan.
Biaya
historis mempunyai manfaat, akan tetapi tidak cukup untuk mengevaluasi
keputusan bisnis. Ketika aset diperoleh, biaya historis adalah tepat karena
nilainya mengacu pada kejadian saat ini (mutakhir). Akan tetapi, segera setelah
periode akuisisi lewat, nilai ini tidak lagi mutakhir dan oleh karenanya tidak
lagi logis.
Laba dalam
tahun berjalan seharusnya menggambarkan kenaikan bersih dalam nilai modal
perusahaan untuk tahun tersebut. Modal dapat didefinisikan sebagai kemampuan
beroperasinya perusahaan (kemampuan perusahaan untuk tetap berproduksi) atau
sebagai purchasing power perusahaan
(kemampuan perusahaan untuk bertransaksi di pasar). Jika modal merupakan
kemampuan operasi perusahaan, maka laba merupakan perubahan dalam kemampuan
operasi perusahaan selama suatu periode pelaporan yang merupakan jumlah yang
dihasilkan setelah memelihara modal fisik perusahaan. Informasi ini berguna
bagi keputusan yang fokus pada kemampuan perusahaan untuk menjaga produksi dan
untuk bersaing dengan yang lain dalam industri di masa depan. Jika laba
merupakan perubahan dalam kemampuan membeli (puchasing
power), konsep modal yang sedang dipertahankan merupakan modal finansial
yang diukur pada harga saat ini. Sekali lagi, informasi ini berguna karena
menghasilkan informasi yang memperhatikan perubahan dalam kapasitas perusahaan
di masa depan untuk bertransaksi di pasar.
Sedangkan,
laba dalam akuntansi biaya historis tidak memiliki interprestasi prospektif
melainkan restropektif. Modal dianggap sebagai nominal dollar investasi pada
perusahaan bukan daya beli (purchasing
power) investasi tersebut. Setelah tahun akuisisi, biaya historis tidak
berhubungan dengan kejadian pada tahun tersebut. Prosedur akuntansi menciptakan
fiksi untuk percaya bahwa biaya historis berhubungan dengan operasi saat ini.
Untuk menyandingkan biaya historis terhadap pendapatan sekarang tidak ada
pembagian total laba ke dalam laba operasi dan holding komponen.
Biaya historis
menyajikan laba terlalu tinggi saat harga-harga naik karena mengoffset biaya
historis dengan pendapatan sekarang (inflasi). Hal tersebut dapat mengarah pada
pengurangan capital tanpa disadari dimana capital didefinisikan sebagai
kemampuan perusahaan untuk memproduksi, bertransaksi, atau sebaliknya
beroperasi ke masa depan. Angka laba berdasarkan biaya historis dapat
memperdaya manajemen lebih luas lagi bahwa dividen yang dibayarkan dapat
melebihi laba “real” tahunan dan
menghilangkan basis modal.
3. Basis biaya
historis yaitu going concern tidaklah
realistis
Salah satu
pembelaan penggunaan biaya historis adalah prinsip going concern dimana menganggap umur perusahaan adalah tidak dapat
ditentukan sehingga ekspektasi normal mengenai item non moneter akan terpenuhi.
Inventori diperkirakan akan terjual, dan non
current asset akan sepenuhnya digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu,
biaya historis dari aset, atau bagian yang dialokasikan, merupakan jumlah yang
tepat ditandingkan dengan revenue.
Penggunaan non current asset, bukan
kemungkinan penjualan atau pembelian, adalah relevan. Namun, pada kenyataannya
tidak ada bisnis yang berlangsung “tidak pasti” ke masa depan. Jadi, akan lebih
beralasan untuk mengasumsikan penghentian daripada keberlangsungan.
4. Penggunaan
konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya.
Konsep
penandingan menyatakan bahwa ketika revenue
dihasilkan, dan beban yang timbul dalam menghasilkan revenue, ditandingkan dengan revenue
untuk mendapatkan laba. Sering, non-current asset digunakan untuk menghasilkan revenue. Misalnya, depresiasi dibebankan
untuk menandingkan biaya penggunaan aset dengan revenue yang dihasilkan dari aset tersebut. Hal ini merupakan teori
pengaitan biaya yang menghubungkan biaya historis dengan nilai dari jasa.
Akuntansi
konvensional menekankan pada penentuan apakah biaya dapat dikurangkan dari revenue pada periode saat ini atau
ditangguhkan pada periode mendatang. Keputusan tersebut berdasarkan pada konsep
penandingan. Kritik terhadap biaya historis muncul bahwa penandingan tidak
memerlukan konsep pendapatan untuk berfungsi sebagai dasar untuk penilaian
tersebut. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, penandingan biaya dan revenuetidak mungkin dipraktekkan.
Penandingan adalah sebuah proses untuk keputusan acak yang harus dibuat
daripada analisis yang konsisten. Hal ini seperti menilai kontes kecantikan
dimana juri memberikan suara berdasarkan penampilan masing-masing kontestan
untuk menentukan pemenang, karena tidak ada aturan penetapan yang dibuat untuk
menentukan kecantikan, sama seperti karena tidak ada yang digunakan untuk
menentukan konsep penandingan yang pantas. Selain itu, konsep penandingan dan
alokasi khusus biaya tidak dapat dibenarkan yaitu tidak dapat diverifikasi dan
disanggah. Tidak ada cara untuk memilih metode lain kecuali secara arbitrasi.
Konsep
penandingan konvensional meletakkan neraca dalam posisi kedua setelah laporan
rugi laba. Karena akuntansi biaya historis lebih memfokuskan pada net profit,
maka neraca hanya dipandang sebagai ringkasan saldo yang dihasilkan setelah
menghitung laba. AASB berpendapat bahwa penggunaan konsep penandingan dapat
mengarah pada volatilitas dalam menghasilkan laporan dan profit smoothing selama periode pelaporan yang berbeda. Penggunaan
konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya.
Hal ini membawa pada kritik bahwa konsep ini bias terhadap neraca dimana
laporan rugi laba meletakkan neraca pada posisi kedua.
5. Akuntansi
biaya historis hanya menduga kebutuhan investor yang tertarik pada analisa
pasar bukan intelligent investor yang
tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi pada perusahaan
Akuntansi
biaya historis yang memfokuskan pada penentuan net profit menyebabkan penyimpangan dan penyembunyian atas
pengungkapan penting perusahaan. Hal ini dikarenakan tujuan akuntansi
konvensional telah disalah artikan, dimana akuntan terlalu berpandangan sempit
akan kebutuhan investor dan menerima cara lama dalam menganalisis perusahaan
dan sahamnya. Akuntansi konvensional fokus pada memenuhi kebutuhan investor
yang tertarik pada analisa pasar/ psikologi pasar yang tidak menaruh perhatian
penuh pada apa yang sebenarnya terjadi pada perusahaan. Akuntansi konvensional
memandang bahwa prosedur mendasar dalam analisis perusahaan, yang menekankan
pada profit dan dividen, merupakan pendekatan yang tepat untuk semua
perusahaan. Tetapi pendekatan ini terbatas oleh beberapa alasan. Salah satunya
adalah bahwa neraca tidak melaporkan seluruh asetnya.
Akuntansi
seharusnya memberikan informasi untuk investor canggih dan pintar yang tertarik
pada apa yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan. Investor tertarik pada
nilai. Praktek auntansi konvensional menekankan pada tingkat pengembalian saat
ini dibanding profitabilitas jangka panjang dan investor diasumsikan naif. Hal
ini mendorong kretivitas pelaporan keuangan yang memungkinkan penyimpangan data
yang dilaporkan seperti aset dan revenue
yang dilaporkan lebih tinggi atau beban dan kewajiban yang
dilaporkan lebih rendah.
6. Munculnya
beberapa peraturan, standar akuntansi dan exposure
draft yang menyerang teori akuntansi biaya
Untuk
beberapa tahun, telah terjadi perpindahan dari pelaporan dengan akuntansi biaya
historis. Khususnya, beberapa peraturan, standar akuntansi, dan exposure draft diterbitkan oleh
Australian standard yang menandakan berkahirnya pelaporan dengan akuntansi
biaya historis. Misalnya, AASB 1023 General
Insurance Contract (Juli 2004) dan IAS 39/AASB 39 Financial Instrument: Recognition and Measurement (Juli 2004) yang
merekomendasikan penggunaan market value
untuk aset, dan beberapa standar lainnya.
AASB
menyatakan bahwa pengukuran aset berdasarkan net market value dan pengukuran kewajiban berdasarkan present value memberikan informasi yang
lebih relevan kepada pengguna mengenai sumber daya perusahaan daripada basis
pengukuran dengan menggunakan biaya historis. Hal ini konsisten dengan apa yang
disyaratkan dalam kerangka konseptual yang mana lebih mengedepankan pendekatan
yang memandang ke masa mendatang (forward
looking approach) dan karakteristik kualitatif laporan keuangan yang
terdapat pada kerangka konseptual. AASB fokus pada apakah:
a.
laporan keuangan untuk tujuan umum akan memberikan
informasi yang memperhatikan kegunaan pada pengguna untuk membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya yang langka.
b.
laporan disajikan dalam hal mana membantu melaksanakan
akuntabilitas manajemen dan majelis peraturan.
c.
informasi pada laporan adalah relevan, terpercaya,
dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane
Hamilton, Scott Holmes (2010), Accounting Theory, 7th ed, John Wiley &
Sons, Inc.
Kodrat,
D. S. (2006) Studi Banding Penyusunan Laporan Keuangan dengan
Metode Historical Cost Accounting
dan General Price Level Accounting
pada Masa Inflasi.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 8. No.2, Nopember 2006:78-91
Sonbay, Y.Y. (2010) Perbandingan biaya
historis dan nilai wajar. Jurnal Kajian Akuntansi Vol. 2 No.1, Pebruari 2010,
Hal. 1-8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar