Jumat, 06 November 2015

HISTORICAL COST(BIAYA HISTORIS)

HISTORICAL COST(BIAYA HISTORIS)

A.    Konsep Dasar
1.      Tujuan Akuntansi
Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha, informasi akuntansi memiliki peran yang signifikan sebagai sumber informasi mengenaisebuah perusahaan. Salah satu alasannya adalah bentuk badan usaha dari bisnis besar telah menyebabkan pemisahan antarabusiness ownership dan control. Pemilik tidak memiliki pengetahuan mengenai operasi dan kondisi perusahaan secara langsung, oleh karena itu harus bergantung sampai batas tertentu pada laporan akuntansi untuk mendapatkan informasi. Pemilik sama halnya dengan kreditur dianggap sebagai ‘outsider’ dari sebuah perusahaan, yang memiliki akses terbatas atas informasi-informasi internal. Oleh karena itu, akuntabilitas sangatlah penting dalam proses pelaporan. Secara khusus, menurut teori konvensional, fungsi penatagunaan(stewardship function) manager harus menjadi fokus perhatian akuntan dalam pelaporan kepada pihak eksternal. Pemilik dan kreditur sangat memperhatikan bagaimana manajemen memperlakukan dana yang telah dipercayakan kepadanya. Paton dan Littleton (Godfrey et al, 2000: 124) menyoroti fungsi ini.
“Corporation reports should rest upon the assumption that fiduciary management is reporting to absentee investors who have no independent means of learning how their representative are discharging their stewardship.”
Tujuan dari penggunaan historical cost accounting menekankan hubungan ‘kontrak’ antara perusahaan dengan pihak yang menyediakan sumber daya. Hal ini membuat manajemen bertanggungjawab atas penggunaan asset dalam operasi perusahaan dan dampaknya terhadap net asset. Tanggungjawab manajemen tersebut dituangkan dalam bentuk laporan keuangan.
Kritik terhadap historical cost menyatakan bahwa melaporkan ekuitas tanpa pengakuan terhadap perubahan nilai asset dan hutang menyesatkan dan menghasilkan kebijakan dividen yang tidak tepat.
Menentukan ‘net worth’ dari pemilik tidaklah penting. Dari sudut pandang akuntansi, terutama untuk perusahaan besar, pemilik hanyalah pemasok dana. Asset dan income adalah dari perusahaan, bukan pemegang saham.
Paton dan Littleton berpendapat (Godfrey et al, 2000: 124), “Accounting theory, therefore, should explain the concepts of revenue and expense in terms of enterprise asset changes rather than as increases or decreases in proprietors’ or stockholders’ equity.”
Menurut teori konvensional, net worth bukan merupakan pengukuran yang relevan. Pemegang saham ingin mengetahui hasil investasi mereka dalam perusahaan; dengan demikian, penentuan laba adalah fungsi yang paling penting bagi akuntan. Sementara laba adalah fokus utama, kinerja operasi atau hasil perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan net asset (equity) yang digunakan untuk mencapai laba yang dilaporkan. Akibatnya, dalam historical cost system, isu-isu utama berhubungan dengan pengukuran dan pelaporan income dalam hubungannya dengan net asset yang digunakan.
                        Adapun menurut Suwardjono dalam Sonbay (2010), biaya historis merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal, dan biaya. Harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam transaksi.
Dapat kita simpulkan bahwa historical cost merupakan sistem pengukuran dalam akuntansi yang mengukur dan melaporkan income dihubungkan dengan net asset yang digunakan. Serta dalamhistorical cost pencatatan aktiva, utang, modal, dan biaya dilakukan dengan menggunakan harga perolehan.

2.      Income
Paton dan Littleton mendeskripsikan income sebagai berikut (Godfrey, 2000: 126):
“Akuntansi ada terutama sebagai sarana dalam menghitung residu, keseimbangan, perbedaan antara biaya (sebagai upaya) dan pendapatan (sebagai pencapaian) untuk setiap perusahaan. Perbedaan ini mencerminkan efektivitas manajerial dan mempunyai arti yang sangat penting bagi mereka yang memberikan modal dan mengambil tanggung jawab utama.”

Dalam pandangan akuntansi tradisional:
a.       Revenues adalah capaian perusahaan selama satu periode
b.      Expense adalah usaha yang dilakukan
c.       Income adalah efektivitas perusahaan sebagai unit operasi
Perusahaan, tentu saja tidak dapat bertindak atas kemauan sendiri, manajer lah yang akan mengambil keputusan. Oleh karena itu income  merupakan ukuran kinerja manajer dalam menangani sumber daya yang dipercayakan dibawah pengelolaan mereka. Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang paling penting, karena mengungkapkan hasil operasi perusahaan.  

3.      Costs Attach Theory
Penganut paham ekonomis berargumen bahwa pengukuran suatu biaya dalam akuntansi tidak selalu tepat, terutama dalam menentukan biaya produksi untuk perusahaan manufaktur.
Akuntan tradisional meyakini bahwa pengunaan historical cost dan pengalokasian nilai dapat diterima meski replacement cost naik. Sebagai balasan atas argumen paham ekonomis tersebut, disusunlah cost attach theory.
Dalam teori ini terdapat dua jenis biaya:
a.       DisplacementCost (OpportunityCost), adalah biaya yang sudah dikorbankan
b.      EmbodiedCost (AbsorptionCost), adalah biaya yang berkaitan dengan faktor produksi dan yang harus dilakukan untuk menyediakan input. Dengan kata lain, biaya ini adalah biaya yang melekat pada sesuatu. Total biaya yang melekat ini tidak merepresentasikan nilai dari sebuah produk, tapi total usaha yang dilakukan untuk memproduksinya.
Contoh yang diberikan Jones (Godfrey et al, 2000: 127) adalah  ketika seorang portir membawakan tas di bandara dan dibayar sebesar $2.00. Dalam situasi tersebut, $2.00 adalah displacement cost. Embodied cost adalah waktu dan usaha yang telah dilakukan portir dalam membawakan tas. Cara lain untuk menjelaskan embodied cost adalah bahwa jumlah dolar dari biaya dapat 'melekat' pada sesuatu. Jumlah dolar dari biaya dapat dipisahkan dan dikategorikan ke dalam kelompok-kelompok baru.
Jika sebuah perusahaan memproduksi produk X dan setiap unit X mengambil satu unit bahan baku A dengan harga $ 10 per unit, maka $ 10 melekat pada unit A. Ketika bahan baku A digunakan dalam produksi X, $ 10 sekarang melekat pada produk X. Untuk menentukan biaya produk X, kita hanya perlu menambahkan semua biaya yang melekat pada X. Bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead, semua memiliki jumlah dolar yang melekat padanya. Karena mereka menjadi bagian dari produk, maka biayanya menjadi melekat pada produk. Total semua biaya-biaya yang melekat untuk setiap unit produk tidak mewakili nilai produk, tetapi upaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya.
Penganut teori akuntansi tradisional sering menyatakan bahwa akuntansi bukanlah sebuah proses penilaian melainkan pengalokasian biaya. Penganut paham ekonomis menolak teori ini karena mereka hanya meyakini satu jenis biaya saja yaitu opportunity cost.

4.      FlowofCosts
Akuntan harus melacak aliran biaya, terutama karena adanya cost attach. Akuntan jugaharus menentukan mana cost yang sudah ‘expired’ untuk ditandingkan dengan income pada income statement dan mana cost yang masih ‘belum expired’ untuk dimunculkan pada neraca sebagai asset. Kita dapat  melihat bahwa prinsip matching sangat penting dalam historical cost accounting. Ini merupakan prinsip yang menuntun akuntan dalam menentukan cost mana yang harus dipertimbangkan sebagai expense. Oleh karena itu, alokasi biaya menjadi kunci utama akuntansi konvensional.

B.     Argumen Mendukung Historical Cost
Penggunaan historical cost pada akuntansi konvensional telah diserang oleh banyak pihak. Adapun yang mempertahankan historical cost mempunyai argumen sebagai berikut untuk mempertahankan posisi mereka.
1.      Historical cost relevan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Sebagai manajer yang membuat keputusan mengenai komitmen masa depan, mereka membutuhkan data transaksi masa lalu. Mereka harus dapat melakukan review atas upaya masa lalu mereka dan ukuran dari upaya ini adalah biaya historis.
2.      Historical cost didasarkan pada transaksi yang aktual, bukan hanya transaksi yang mungkin terjadi. Dalam historical cost accounting, dilakukan pencatatan atas transaksi yang aktual. Oleh karena itu disediakan sebuah pencatatan untuk mendukung angka-angka yang disajikan pada laporan keuangan.
3.      Sepanjang sejarah, laporan keuangan berdasarkan biaya historis telah berguna. Mautz (Godfrey et al, 2000:130) menyatakan,”Jika orang-orang yang membuat keputusan manajemen dan investasi belum menemukan bahwa laporan keuangan berdasarkan historical cost berguna selama bertahun-tahun, perubahan akuntansi akan sejak lama dibuat.
4.      Pemahaman terbaik konsep profit adalah kelebihan dari harga jual terhadap harga perolehan/ historical cost.Gagasan profit diterima sebagai ukuran keberhasilan kinerja. Mautz menyatakan bahwa mengejar keuntungan mengharuskan penggunaan waktu yang cukup, tempat dan bentuk yang ditambahkan ke bahan, produk atau jasa yang dibeli sehingga mereka bisa dijual di atas biaya. Keputusan mengenai akankah melanjutkan lini produk atau divisi atau pabrik tergantung untuk sebagian besar pada apakah ada sebaran yang menguntungkan antara pendapatan dan biaya.
5.      Akuntan harus menjaga integritas data mereka terhadap modifikasi internal. Kebanyakan orang berpendapat bahwa historical cost lebih sedikit dalam persoalan manipulasi dibandingkan current cost  atau selling price.
6.      Seberapa bergunanya kah informasi income berdasarkan current cost  atau exitprice? Apakah berguna untuk menunjukkan keuntungan sebagai kenaikan nilai suatu asset yang dimiliki perusahaan yang tidak berniat untuk dijual? Misalkan sebuah perusahaan memiliki investasi jangka panjang dalam sekuritas dari perusahaan lain untuk menjamin pasokan bahan baku. Tidak ada maksud untuk menjual sekuritas terlepas dari fluktuasi harga pasarnya. Seberapa bermanfaat bagi pengguna untuk menunjukkan variasi harga pasar sebagai keuntungan? Pendukung current value berpendapat bahwa manajer bertanggung jawab untuk perubahan nilai, karena sekuritas dapat dijual. Mautz bertanya:
“How far should we indulge in such ‘might have been’ accounting? Is this accounting? Or only wishful thinking?”
Jika harga sebuah aset pada akhir tahun lebih rendah dari harga selama tahun tersebut, ini mendorong kritik terhadap manajemen dari pemegang saham karena tidak membuang aset lebih awal. Current cost dan exit price accounting menginduksi pandangan jangka pendek dari keuntungan. Ada alasan penting untuk mempertahankan aset selain merealisasikan keuntungan secara langsung.
7.      Perubahan harga pasar dapat diungkapkan sebagai data tambahan.Dalam banyak kasus, para pendukung historical cost berpendapat bahwa biaya historis tidak memiliki perbedaan yang material dengan current cost. Tambahan data pada harga saat ini adalah cara yang praktis dan efisien dalam berhadapan dengan informasi tersebut tanpa harus bergeser dari basis historical cost ke current cost.
8.      Tidak ada bukti yang cukup untuk membenarkan penolakan terhadap historical cost accounting. Akuntan tradisional berpendapat bahwa tidak ada bukti empiris yang meyakinkan yang menunjukkan bahwa informasi current cost atau informasi akuntansi exit price lebih berguna daripada informasi historical cost. Sebagian besar studi penelitian menunjukkan bahwa data current cost  tidak memberikan banyak informasi dibanding data historical cost.

C.    Bukti Kegunaan Data Akuntansi Berdasar Historical Cost
1.      Petunjuk Pertama
Salah satu jalan adalah dengan fokus pada laporan keuangan dan menentukan apakah informasi yang memadai diungkapkan. Dalam meninjau bukti empiris pada aspek ini, Dyckman, Gibbins, dan Swieringa menemukan 3 pendekatan keseluruhan yang digunakan oleh penyidik. Salah satunya adalah untuk mengevaluasi cara pengguna menganalisis laporan keuangan, berdasarkan wawancara dengan mereka. Pendekatan laian adalah untuk memastikan persepsi dan opini kelompok kepentingan tertentu, seperti analis keuangan. Pendekatan ketiga adalah untuk memastikan jumlah informasi yang dilaporkan pada item tertentu yang dianggap penting. Para penulis menyimpulkan bahwa penelitian tentang kecukupan pengungkapan menunjukkan bahwa:
a.       Tidak ada keinginan yang besar untuk revisi drastis atau perubahan dalam bentuk dan isi laporan keuangan. Kebanyakan orang percaya bahwa data yang cukup telah tersedia dalam laporan keuangan.
b.      Laporan keuangan tidak diharapkan untuk menjadi terlalu rumit.
c.       Perbedaan yang signifikan dalam pengungkapan keuangan terjadi diantara perusahaan-perusahaan.
Secara umum perusahaan-perusahaan yang lebih besar, lebih menguntungkan, diaudit oleh kantor akuntan besar dan yang sahamnya tercatat di Bursa efek menungkapkan informasi yang lebih banyak. Banyak yang percaya keragaman ini sesuai dan mencerminkan kebutuhan akan informasi yang berbeda sesuai dengan perbedaan dalam struktur kepemilikan/penguasaan perusahaan.
2.      Petunjuk Kedua
Cara lain untuk menemukan apakah data akuntansi berguna adalah mengetahui efeknya pada pengambilan keputusan. Berfokus pada laporan keuangan, Dyckman, Gibbins, dan Swieringa menemukan 3 pendekatan menyeluruh yang diambil oleh peneliti. Salah satunya adalah meminta pengguna laporan keuangan untuk menunjukkan pentingnya item tertentu dalam membuat keputusan investasi. Pendekatan kedua adalah untuk mempelajari perilaku subyek yang membuat keputusan tertentu dalam situasi laboratorium. Pendekatan ketiga adalah untuk mempelajari bagaimana laporan keuangan yang efektif dalam mengkomunikasikan informasi. Para penulis menyimpulkan bahwa:
a.       Investor dan analis mempertimbangkan faktor-faktor pernyataan nonfinansial, seperti kondisi ekonomi secara umum, yang lebih penting dalam membuat keputusan investasi.
b.      Tidak ada kejelasan bahwa penggunaan laporan keuangan mengarahkan kepada perkiraan yang lebih baik atau keputusan yang lebih baik.
Salah satu alasan data laporan keuangan mungkin tidak berguna bagi investor dan analis keuangan adalah bahwa informasi tersebut sudah diketahui melalui sumber-sumber lain, seperti laporan sementara dan rilis media, sebelum laporan yang dibuat tersedia untuk umum.
3.      Petunjuk Ketiga
Petunjuk ketiga adalah korelasi antara harga saham dan data akuntansi, khususnya keuntungan. Jika suatu item yang diberikan mempengaruhi keyakinan investor tentang nilai surat berharga, maka ketergantungan statistik ada anatara item tersebut dan harga saham. Ketergantungan statistik ini disebut sebagai ‘isi informasi’ dari item yang diberikan.Terkait dengan pertanyaan kegunaan adalah korelasi antara harga saham dan data akuntansi, khususnya, pendapatan. Jika item yang diberikan mempengaruhi keyakinan investor tentang nilai surat berharga, maka ketergantungan statistik ada antara item dan harga saham. Ketergantungan statistik ini disebut sebagai ‘isi informasi’ dari item yang diberikan. Peneliti seperti Ball dan Brown, Brown, Foster dan Beaver, Clarke dan Wright telah melihat ke dalam hubungan antara perubahan harga dan perubahan pendapatan tahunan dan menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara keduanya. Petunjuk ketiga adalah korelasi antara harga saham dan data akuntansi, khususnya, keuntungan. Jika suatu item yang diberikan mempengaruhi keyakinan investor tentang nilai surat berharga, maka ketergantungan statistik ada antara item tersebut dan harga saham. Ketergantungan statistik ini disebut sebagai ‘isi informasi’ dari item yang diberikan.

D.    Bukti yang Dapat Diprediksi Nilainya
Manfaat dari informasi akuntansi yang berhubungan dengan keterkaitan atas informasi untuk membantu dalam mengambil keputusan terhadap tindakan selanjutnya. Disisi lain, keputusan ini dapat dibuat, jika informasi dapat memprediksi karakteristik masa depan perusahaan. Beberapa studi telah memfokuskan terhadap nilai prediksi historical accounting information. Mereka dibagi menjadi lima kategori yaitu:
1.      Menggunakan laba sebelumnya untuk memeprediksi laba yang akan datang
Studidalamkategoriinimerupakanpenelitianempirisuntukmembuatsuatu model untukmenjelaskanserangkaianlabadarisuatuperusahaan.Jikainibisadilakukanmakadapat berfungsi sebagai dasar untuk prediksi . menggunakan file Compustat untuk periode 20 tahun 1947-1966 , Ball dan Watts, 4 definisi pendapatan:
a.       Net income setelah income taxes
b.      Earnings per share
c.       Lababersihdibagi total asset
d.      Penjualanbersih
             Kesimpulanmerekaadalahbahwapendapatandapatdigambarkansecara statistic sebagai random walk, meskipun defines ketigakurangkonsisten.Dengan kata lain, estimasiterbaikdaripendapatan masa depanadalahkinerjapendapatansaatinidarisuatuentitas. 
 
2.      Menggunakan data triwulan dan segmen untuk memprediksi pendapatan tahunan
Brown dan Niederhoffer menggunakan 519 perusahaan di Compustat file sebagai sampel mereka, yang memiliki data tahunan untuk 1961-1965 dan data kuartalan untuk 1962-1965. Dan mwmperoleh kesimpulan bahwa:
a.       Laporan sementara berguna dalam memprediksi pendapatan tahunan
b.      Karena kemampuan prediktif meningkat dengan setiap laporan sementara, pasar akan meningkatkan antisipasi ketika tanggal pengumuman laporan tahunan sudah dekat.
Coates menghasilkan kesimpulan yang sama. Sampelnya meliputi 27 perusahaan 1945-1966. Ia menemukan bahwa laporan triwulanan yang berurutan memungkinkan untuk meramalkan laporan tahunan  yang akan mendatang. Bahkan pendapatan triwulan pertama adalah jelas berguna dalam memprediksi pendapatan tahunan.
Foster berusaha untuk menggambarkan sifat dan trend laba triwulan, penjualan dan beban. Pada dasarnya, ini adalah model autoregressive sederhana. Dalam model autoregressive, perubahan-perubahan dalam pendapatan berkorelasi positif. Itu berarti jika pendapatan meningkat dalam satu periode ada kemungkinan besar bahwa pendapatan pada periode berikutnya akan meningkat juga. Foster menyatakan bahwa laba triwulan memiliki komponen musiman.
Dalam studi mereka, Bathke, Lorek dan Willinger menyimpulkan bahwa kemampuan prediksi laba triwulan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Menggunakan nilai pasar dari saham biasa pada tanggal 31 Desember 1979 sebagai dasar untuk menentukan apakah sebuah perusahaan itu besar (median US $ 1.281 juta), menengah (median US $ 307 juta) atau kecil (median US $ 62 juta), dan menggunakan sampel dari 109 perusahaan di New York Stock Exchange, mereka menemukan bahwa perusahaan besar dan menengah menghasilakn prakiraan lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan kecil.

3.      Prediksi financial distress
Beaver telah melakukan beberapa penelitian tentang kemampuan rasio keuangan untuk memprediksi kegagalan. Kegagalan didefinisikan sebagai kebangkrutan, ketidakmampuan pada pembayaran obligasi, belum dilunasinya dividen saham preffered dan rekening bank overdraw (menarik cek lebih daripada uang simpanan). Sampelnya meliputi 79 perusahaan gagal dan 79 perusahaan tidak gagal yang muncul dalam Manual Industri Moody selama 1954-1964. Prosedurnya adalah untuk membandingkan model yang dikembangkan dari satu sampel dan digunakan untuk meramal sampel lain. Kesimpulannya adalah bahwa berdasarkan pada pengetahuan tentang rasio keuangan, status kegagalan perusahaan dapat diprediksi secara benar.
Sebagai contoh, satu tahun sebelum kegagalan, rasio cash flow to total debt hanya 13% dari perusahaan sampel. Lima tahun sebelum kegagalan, rasio yang sama missclasified hanya 22% dari pe-rusahaan. Kesimpulan lain adalah bahwa investor mengenali dan menyesuaikan diri dengan posisi solvabilitas baru perusahaan gagal. Perubahan harga saham biasa terjadi karena investor mengandal-kan data rasio keuangan sebagai dasar penilaian mereka. Mereka menggunakan informasi rasio sedemikian rupa sehingga harga pasar menjadi terpengaruh. Beaver juga menyimpulkan bahwa rasio aset nonliquid (arus kas-total utang, laba bersih-total modal, total utang total aset) adalah prediktor yang lebih baik untuk kegagalan dari rasio aset likuid (seperti rasio lancar).
Ohlson merumuskan model yang didasarkan pada data dari periode 1970-1976. Dia menyimpulkan bahwa 4 faktor dasar yang signifikan dalam mempengaruhi probabilitas kegagalan: ukuran perusahaan, struktur kinerja, keuangan dan likuiditas saat ini. Kemampuan prediksi dari model nya lebih rendah dibandingkan dalam penelitian lain. Ohlson percaya bahwa kekuatan prediksi dari model dalam penelitian lain mungkin telah berlebihan karena studi sebelumnya sering diasumsikan (salah) dari laporan keuangan untuk tahun pailit tersebut diungkapkan sebelum pengajuan kebangkrutan.

4.      Memprediksi arus kas masa depan
Salah satu kelompok pengguna laporan keuangan adalah investor. Nilai investasi mereka adalah nilai sekarang dari arus kas masa depan mereka melalui perusahaan. Karena itu cukup beralasan bahwa jika laba biaya historis adalah prediktor yang baik dari arus kas masa depan, maka data laba itu berguna untuk investor. Bukti dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pendapatan biaya historis berguna dalam memprediksi arus kas masa depan. 
Studi yang dilakukan oleh Bowen, Burgstahler dan Daley (1987) dan Wilson (1986) menemukan bahwa arus kas masa lalu dari operasi kurang berkorelasi dengan pendapatan yang dilaporkan jika dibandingkan dengan pendanaan dari operasi. Bowen, Burgstahler dan Daley (1987) menggunakan sampel dari 324 perusahaan AS dengan laporan keuangan yang 1.971-8 untuk menemukan bahwa:
a.       Laba tahunan dan pendapatan tahunan ditambah depresiasi adalah sangat terkait (r = 0,94)
b.      Pendapatan tahunan dan pendanaan tahunan dari operasi adalah sangat terkait (r = 0,75)
c.       Pendapatan tahunan dan arus kas tahunan dari operasi kurang berkorelasi (r = 0,22)
Seperti yang bisa diharapkan dari korelasi tersebut, pendanaan tahunan dari operasi tidak lebih baik sebagai prediktor dari arus kas masa depan jika dibandingkan pendapatan tahunan (Burgstahler dan Daley. 1987). Namun, Burgstahler dan Daley menemukan bahwa model dengan menggunakan variabel arus kas adalah umumnya prediktor lebih baik dari arus kas masa depan daripada penghasilan atau pendanaan dari operasi. 

E.     Seberapa objektifkah biaya historis?
Tidak dapat dipungkiri bahwa biaya yang sebenarnya dikeluarkan adalah lebih objektif dan konkrit dalam pengukuran nilai suatu aset dibandingkan dengan perkiraan jumlah uang yang akan diterima andaikan aset tersebut dijual saat ini (fair value). Biaya akuisisi (historical cost) lebih menggambarkan kenyataan yang ada dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku saat ini.
Namun perlu diingat bahwa  dalam menilai objektivitas biaya historis, harus diasumsikan bahwa transaksi akuisisi atas sebuah aset di masa lalu terjadi secara fair (tidak terdapat hubungan istimewa antara penjual dan pembeli sehingga harga transaksi yang disepakati saat itu benar-benar menc-erminkan harga pasar sebenarnya atas aset tersebut).
Selain itu juga perlu diingat bahwa biaya akuisisi atas suatu aset tidak hanya yang tercantum dalam invoice saja, melainkan meliputi seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka menjadikan aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diharapkan dan siap digunakan oleh perusahaan. Sebagai contoh dalam pengukuran biaya persediaan, beberapa elemen biaya tersebut diantaranya:
a.         Cost of purchase: terdiri dari harga beli, pajak pembelian, transportasi, handling dan biaya lainnya yang terkait langsung dengan proses pembelian persediaan. Diskon dan rabat menjadi pengurang dari biaya persediaan tersebut.
b.         Cost of convertion: merupakan biaya yang secara langsung berhubungan dengan unit produksi, contohnya biaya direct labor dan overhead pabrik yang dialokasikan dalam rangka proses produksi raw material menjadi barang jadi.
c.         Other costs: biaya-biaya lain yang diperlukan dalam rangka menjadikan persediaan pada lokasi dan kondisi yang diharapkan.
Oleh karena itu dalam akuntansi biaya historis, basis pengukuran yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan dalam neraca adalah biaya historis. Kieso dan Weygandt menjelaskan prosedur perhi-tungan biaya persediaan sebagai berikut: “Charges directly connected with the bringing of goods to the place of  business of the buyer and converting such goods to saleable condition are accepted as proper inventoriable cost”.
Namun dalam prakteknya banyak terjadi perbedaan dalam penerapan aturan mengenai penguku-ran biaya historis. Banyak hal yang terjadi di lapangan yang belum diatur secara jelas dalam standar akuntansi keuangan mengenai penerapan biaya historis sehingga diperlukan professional judgement dalam menentukan cost dari suatu aset pada saat akuisisi.
Pertanyaan terkait mengkapitalisasi atau membebankan pengeluaran juga mempengaruhi biaya suatu aset. Untuk beberapa item jawabannya sudah jelas, tetapi untuk lain tidak. Jika interior sebuah bangunan kantor dicat, sebaiknya pengeluaran harus dikapitalisasi atau dibebankan? Haruskah biaya atau penataan ulang peralatan dikapitalisasi atau dibebankan?.
AAS 13 dan AASB 1.011 mengharuskan biaya penelitian dan pengembangan dibebankan pada saat terjadinya. Mengingat sifat penelitian dan pengembangan, itu akan sesuai dalam kebanyakan kasus jika mereka segera dibebankan.
Salah satu isu akuntansi utama yang timbul sehubungan dengan aset tidak lancar bukanlah mengenai apakah mereka memenuhi syarat sebagai aset atau tidak, tapi apa yang harus dimasukkan sebagai bagian dari biaya mereka, seperti yang dilaporkan dalam neraca. Mayoritas aset tidak lancar dalam neraca Australia dicatat sebesar harga perolehan yang telah disusutkan. Namun, perhitungan penyusutan melibatkan penilaian subyektif dalam menentukan baik kehidupan manfaat aset dan mem-perkirakan nilai sisanya. Ini tidak bisa dianggap obyektif karena mereka masih akan terjadi di masa depan. Selanjutnya, adalah praktek umum di Australia dalam bisnis untuk menilai kembali nilai dari beberapa atau seluruh aset tidak lancar mereka. Penilaian ini dapat menyebabkan revaluasi atau devaluasi aset tidak lancar yang dipilih.
“Jumlah yang dapat dipulihkan ‘sebagai jumlah bersih yang diharapkan untuk dipulihkan melalui arus kas masuk dan arus kas keluar yang timbul akibat penggunaan dan pembuangan selanjutnya dari aset. Dengan demikian, konsep ‘jumlah terpulihkan’ memperhitungkan nilai aset dari penggunaan yang terus menerus dan pembuangan selanjutnya. Perkiraan harus dibuat untuk arus kas masa depan dari aset, serta harga jual selanjutnya. Standar ini tidak menyebutkan, apakah arus kas ini harus diabaikan atau tidak, atau apa tingkat diskonto harus atau dapat digunakan. Akuntan memiliki kewenangan yang cukup untuk nilai di mana aset tersebut dicatat dalam neraca.
Banyak perusahaan yang enggan untuk menuliskan nilai aset karena mereka tidak yakin apakah penurunan bersifat permanen. Di sisi lain, ada pula yang ingin melakukannya dalam rangka untuk me-ringankan beban masa mendatang dari biaya-biaya. Hal ini sering disebut sebagai ‘taking a bath’, di mana semua akrual yang negatif berdampak pada keuntungan yang dimuat dalam satu periode keuangan.

F.     Kelemahan historical cost
Kelemahan penggunaan nila historis menurut Muljono (dalam Kodrat, 2006) antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut.
2.      Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Disamping itu juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing yang dikuasai perusahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang tepat.
3.      Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar.
4.      Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung.
5.      Perusahaan tidak akan mempertahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada semestinya.
6.      Menyalahi mathematical pronciple karena berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi satu.
Disamping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi adanya stable monetary unit.

G.    Kritik Terhadap Akuntansi Biaya Historis
Walaupun telah lama digunakan dalam praktik akuntansi, biaya historis tetap menuai banyak kritikan. Akuntansi biaya historis memang memberikan beberapa manfaat dalam praktik akuntansi, namun pendekatan ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Kritik atas akuntansi biaya historis sebagian besar datang dari para pendukung current cost accounting. Berikut merupakan beberapa poin kritik terhadap akuntansi biaya historis:
1.      Menyediakan informasi dalam rangka melaksanakan fungsi penatagunaan (stewardship function) manajemen merupakan interprestasi yang terlalu sempit atas tujuan akuntansi
Dalam akuntansi biaya historis atau akuntansi konvensional, tujuan untuk menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi diperlukan untuk memberikan informasi tentang fungsi penatagunaan manajemen (stewardship function). Meskipun bermanfaat, hal tersebut merupakan interprestasi yang terlalu sempit dalam melihat tujuan akuntansi. Tujuan utama akuntansi adalah untuk memenuhi kebutuhan para pengguna untuk membuat keputusan. Investor tidak hanya berkepentingan dalam mengetahui berapa nilai yang mereka investasikan pada perusahaan, tidak hanya tertarik pada fungsi penatagunaan  (stewardship function) manajemen, namun mereka juga tertarik untuk mengetahui kenaikan atau penurunan nilai investasi mereka seperti yang tersaji dalam net asset perusahaan.
Mereka juga menghendaki untuk membuat prediksi mengenai arus kas perusahaan di masa depan. Oleh karenanya, penting untuk menerapkan pendekatan yang melihat ke depan (a forward looking), yang dapat memberikan informasi lebih relevan, daripada hanya menyajikan informasi di masa lampau. Semakin terkini informasi maka semakin objektiflah informasi. Oleh karenanya, menggunakan biaya historis tidaklah logis untuk memenuhi tujuan akuntansi.
Akuntansi biaya historis gagal dalam fungsinya memberikan informasi yang objektif. Banyak keputusan mengenai pencatatan, pengukuran, dan pelaporan informasi yang jauh dari objektif dan rentan manipulasi. 

2.      Akuntansi biaya historis, meskipun bermanfaat, namun tidak cukup untuk mengevaluasi keputusan bisnis, pernyataan biaya historis mengaitkan pada barang/jasa (cost attach theory) hanyalah fiksi.
Pendukung akuntansi biaya historis berpendapat bahwa manajer membutuhkan data biaya historis untuk mengevaluasi keputusan masa lalu mereka. Namun, kebenaran suatu keputusan masa lalu haruslah dipastikan dengan apa yang terjadi di pasar. Suatu penilaian yang pantas atas keputusan masa lalu memerlukan suatu bagian dari total laba dalam periode yang diberikan antara laba dari operating activities dan laba dari gainor losses terkait dengan holding assetand liabilities saat harga berubah. Laba operasi dan holding gain harus dipisahkan ke dalam elemen yang diperkirakan dan tidak diperkirakan.
Biaya historis mempunyai manfaat, akan tetapi tidak cukup untuk mengevaluasi keputusan bisnis. Ketika aset diperoleh, biaya historis adalah tepat karena nilainya mengacu pada kejadian saat ini (mutakhir). Akan tetapi, segera setelah periode akuisisi lewat, nilai ini tidak lagi mutakhir dan oleh karenanya tidak lagi logis.
Laba dalam tahun berjalan seharusnya menggambarkan kenaikan bersih dalam nilai modal perusahaan untuk tahun tersebut. Modal dapat didefinisikan sebagai kemampuan beroperasinya perusahaan (kemampuan perusahaan untuk tetap berproduksi) atau sebagai purchasing power perusahaan (kemampuan perusahaan untuk bertransaksi di pasar). Jika modal merupakan kemampuan operasi perusahaan, maka laba merupakan perubahan dalam kemampuan operasi perusahaan selama suatu periode pelaporan yang merupakan jumlah yang dihasilkan setelah memelihara modal fisik perusahaan. Informasi ini berguna bagi keputusan yang fokus pada kemampuan perusahaan untuk menjaga produksi dan untuk bersaing dengan yang lain dalam industri di masa depan. Jika laba merupakan perubahan dalam kemampuan membeli (puchasing power), konsep modal yang sedang dipertahankan merupakan modal finansial yang diukur pada harga saat ini. Sekali lagi, informasi ini berguna karena menghasilkan informasi yang memperhatikan perubahan dalam kapasitas perusahaan di masa depan untuk bertransaksi di pasar.
Sedangkan, laba dalam akuntansi biaya historis tidak memiliki interprestasi prospektif melainkan restropektif. Modal dianggap sebagai nominal dollar investasi pada perusahaan bukan daya beli (purchasing power) investasi tersebut. Setelah tahun akuisisi, biaya historis tidak berhubungan dengan kejadian pada tahun tersebut. Prosedur akuntansi menciptakan fiksi untuk percaya bahwa biaya historis berhubungan dengan operasi saat ini. Untuk menyandingkan biaya historis terhadap pendapatan sekarang tidak ada pembagian total laba ke dalam laba operasi dan holding komponen.
Biaya historis menyajikan laba terlalu tinggi saat harga-harga naik karena mengoffset biaya historis dengan pendapatan sekarang (inflasi). Hal tersebut dapat mengarah pada pengurangan capital tanpa disadari dimana capital didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memproduksi, bertransaksi, atau sebaliknya beroperasi ke masa depan. Angka laba berdasarkan biaya historis dapat memperdaya manajemen lebih luas lagi bahwa dividen yang dibayarkan dapat melebihi laba “real” tahunan dan menghilangkan basis modal.


3.      Basis biaya historis yaitu going concern tidaklah realistis
Salah satu pembelaan penggunaan biaya historis adalah prinsip going concern dimana menganggap umur perusahaan adalah tidak dapat ditentukan sehingga ekspektasi normal mengenai item non moneter akan terpenuhi. Inventori diperkirakan akan terjual, dan non current asset akan sepenuhnya digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu, biaya historis dari aset, atau bagian yang dialokasikan, merupakan jumlah yang tepat ditandingkan dengan revenue. Penggunaan non current asset, bukan kemungkinan penjualan atau pembelian, adalah relevan. Namun, pada kenyataannya tidak ada bisnis yang berlangsung “tidak pasti” ke masa depan. Jadi, akan lebih beralasan untuk mengasumsikan penghentian daripada keberlangsungan.

4.      Penggunaan konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya.
Konsep penandingan menyatakan bahwa ketika revenue dihasilkan, dan beban yang timbul dalam menghasilkan revenue, ditandingkan dengan revenue untuk mendapatkan laba. Sering, non-current asset digunakan untuk menghasilkan revenue. Misalnya, depresiasi dibebankan untuk menandingkan biaya penggunaan aset dengan revenue yang dihasilkan dari aset tersebut. Hal ini merupakan teori pengaitan biaya yang menghubungkan biaya historis dengan nilai dari jasa.
Akuntansi konvensional menekankan pada penentuan apakah biaya dapat dikurangkan dari revenue pada periode saat ini atau ditangguhkan pada periode mendatang. Keputusan tersebut berdasarkan pada konsep penandingan. Kritik terhadap biaya historis muncul bahwa penandingan tidak memerlukan konsep pendapatan untuk berfungsi sebagai dasar untuk penilaian tersebut. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, penandingan biaya dan revenuetidak mungkin dipraktekkan. Penandingan adalah sebuah proses untuk keputusan acak yang harus dibuat daripada analisis yang konsisten. Hal ini seperti menilai kontes kecantikan dimana juri memberikan suara berdasarkan penampilan masing-masing kontestan untuk menentukan pemenang, karena tidak ada aturan penetapan yang dibuat untuk menentukan kecantikan, sama seperti karena tidak ada yang digunakan untuk menentukan konsep penandingan yang pantas. Selain itu, konsep penandingan dan alokasi khusus biaya tidak dapat dibenarkan yaitu tidak dapat diverifikasi dan disanggah. Tidak ada cara untuk memilih metode lain kecuali secara arbitrasi.
Konsep penandingan konvensional meletakkan neraca dalam posisi kedua setelah laporan rugi laba. Karena akuntansi biaya historis lebih memfokuskan pada net profit, maka neraca hanya dipandang sebagai ringkasan saldo yang dihasilkan setelah menghitung laba. AASB berpendapat bahwa penggunaan konsep penandingan dapat mengarah pada volatilitas dalam menghasilkan laporan dan profit smoothing selama periode pelaporan yang berbeda. Penggunaan konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya. Hal ini membawa pada kritik bahwa konsep ini bias terhadap neraca dimana laporan rugi laba meletakkan neraca pada posisi kedua.

5.      Akuntansi biaya historis hanya menduga kebutuhan investor yang tertarik pada analisa pasar bukan intelligent investor yang tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi pada perusahaan
Akuntansi biaya historis yang memfokuskan pada penentuan net profit menyebabkan penyimpangan dan penyembunyian atas pengungkapan penting perusahaan. Hal ini dikarenakan tujuan akuntansi konvensional telah disalah artikan, dimana akuntan terlalu berpandangan sempit akan kebutuhan investor dan menerima cara lama dalam menganalisis perusahaan dan sahamnya. Akuntansi konvensional fokus pada memenuhi kebutuhan investor yang tertarik pada analisa pasar/ psikologi pasar yang tidak menaruh perhatian penuh pada apa yang sebenarnya terjadi pada perusahaan. Akuntansi konvensional memandang bahwa prosedur mendasar dalam analisis perusahaan, yang menekankan pada profit dan dividen, merupakan pendekatan yang tepat untuk semua perusahaan. Tetapi pendekatan ini terbatas oleh beberapa alasan. Salah satunya adalah bahwa neraca tidak melaporkan seluruh asetnya.
Akuntansi seharusnya memberikan informasi untuk investor canggih dan pintar yang tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan. Investor tertarik pada nilai. Praktek auntansi konvensional menekankan pada tingkat pengembalian saat ini dibanding profitabilitas jangka panjang dan investor diasumsikan naif. Hal ini mendorong kretivitas pelaporan keuangan yang memungkinkan penyimpangan data yang dilaporkan seperti aset dan revenue yang dilaporkan lebih tinggi atau  beban dan kewajiban yang dilaporkan lebih rendah.

6.      Munculnya beberapa peraturan, standar akuntansi dan exposure draft yang menyerang teori akuntansi biaya
Untuk beberapa tahun, telah terjadi perpindahan dari pelaporan dengan akuntansi biaya historis. Khususnya, beberapa peraturan, standar akuntansi, dan exposure draft diterbitkan oleh Australian standard yang menandakan berkahirnya pelaporan dengan akuntansi biaya historis. Misalnya, AASB 1023 General Insurance Contract (Juli 2004) dan IAS 39/AASB 39 Financial Instrument: Recognition and Measurement (Juli 2004) yang merekomendasikan penggunaan market value untuk aset, dan beberapa standar lainnya.
AASB menyatakan bahwa pengukuran aset berdasarkan net market value dan pengukuran kewajiban berdasarkan present value memberikan informasi yang lebih relevan kepada pengguna mengenai sumber daya perusahaan daripada basis pengukuran dengan menggunakan biaya historis. Hal ini konsisten dengan apa yang disyaratkan dalam kerangka konseptual yang mana lebih mengedepankan pendekatan yang memandang ke masa mendatang (forward looking approach) dan karakteristik kualitatif laporan keuangan yang terdapat pada kerangka konseptual. AASB fokus pada apakah:
a.       laporan keuangan untuk tujuan umum akan memberikan informasi yang memperhatikan kegunaan pada pengguna untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya yang langka.
b.      laporan disajikan dalam hal mana membantu melaksanakan akuntabilitas manajemen dan majelis peraturan.
c.       informasi pada laporan adalah relevan, terpercaya, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami.

















DAFTAR PUSTAKA
Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, Scott Holmes (2010), Accounting Theory, 7th ed, John Wiley & Sons, Inc.
Kodrat, D. S. (2006) Studi Banding Penyusunan Laporan Keuangan dengan Metode Historical Cost Accounting dan General Price Level Accounting pada Masa Inflasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 8. No.2, Nopember 2006:78-91
Sonbay, Y.Y. (2010) Perbandingan biaya historis dan nilai wajar. Jurnal Kajian Akuntansi Vol. 2 No.1, Pebruari 2010, Hal. 1-8






Tidak ada komentar:

Posting Komentar